Pramuniaga

artikel marketing, salesmanship, motivasi, trik dan tips

Hingga saat ini sudah sekitar 11 tahun saya berkecimpung di bidang Penjualan dan Pemasaran. sebuah profesi minoritas yang hingga kini masih saja menjadi sebuah pekerjaan yang menyenangkan buat saya. Seperti kita tahu, Tenaga Penjualan (selanjutnya saya sebut Salesman) merupakan sebuah pekerjaan yang masuk dalam kategori Profesi. Seperti halnya Dokter, Guru, Pengacara, Artis, Wartawan pekerjaan saya ini masuk didalam jajaran Profesi.
Dalam hal jenis pekerjaan, profesi akan berbeda pengertian jika dibandingkan dengan pekerja pabrik, atau Kepala Dinas Instansi Pemerintah. Karena Salesman memiliki sebuah kode etik yang menjadi ciri khas sebuah profesi.

Salesman yang professional dituntut untuk selalu belajar, menambah wawasan, baik product knowledge untuk produk yang dijualnya sendiri maupun milik kompetitor. Seorang Salesman yang baik selalu bekerja dengan penuh ketulusan dan keikhlasan. Salesman yang terhormat selalu tulus dalam memberikan layanan terhadap kastemernya. Salesman yang baik dikenal bukan hanya karena produknya yang berkualitas ataupun murah, tapi juga dari performanya dalam memberi layanan terhadap kastemer. Banyak kastemer yang merasa puas dengan sebuah produk yang dipakainya bukan hanya karena merasa nyaman ketika memakai produk tersebut tapi karena ia tahu bahwa ia akan mendapatkan sebuah muara terpecahnya sebuah masalah purna jual produk yang ia pakai karena tahu bahwa Salesman yang menjadi counternya memberi layanan terbaik.

Hal inilah yang menjadi tantangan dalam menjalankan profesi Salesman.

[tulisan ini belum sempurna. ikuti artikel saya yang lain untuk tulisan seputar marketing dan salesman]
[]gambar diambil dari google.com

Penetrasi. Ya, kata ini sering bikin tegang. Kebanyakan orang memang mengartikan kata ini sebagai tegang. dr. Boyke Dian Nugraha SpOG, dr. Naek L Tobing dan beberapa Dokter Spesialis Obstetricus dan Ginaekolog sering membahas ini dalam seminar-seminar mengenai (maaf) seks. Ini sering dibahas karena merupakan persoalan penting buat negara.. hahaha.. Sebab penetrasi adalah langkah awal terjadinya sebuah negara... hahaha (lagi)... Namun banyak orang (laki-laki tentunya) mempunyai masalah dengan hal ini. Sehingga sering terjadi kemelut negara (baca: rumah tangga) karena disfungsi ini. Biasanya sang nara sumber dalam seminar menjawabnya dengan memberi ulasan bahwa untuk hal tersebut di butuhkan kondisi psikologi yang sehat, badan yang fit dsb.. (saya kurang begitu paham, alhamdulillah negara saya aman). Minum jamu, pijat refleksi, olah raga yang cukup, istirahat yang cukup sering menjadi solusi bagi
penderita disfungsi penetrasi ini... Begitulah versi dr. Boyke dkk.

.......................................................................................................................................

Lain lagi dengan penjelasan Prof. Hermawan Kertajaya, pemilik Konsultan Marketing Mark Plus ini sering juga berbicara di seminar-seminar membahas masalah Penetrasi ini. Karena masalah ini juga sering kali membuat tegang para pelakunya. Terutama Salesman dan Marketing. Sebab penetrasi atau pemerataan produk merupakan ujung tombak keberhasilan sebuah usaha distribusi. Pendeknya, penetrasi disini artinya pemerataan produk. Nah, panjangnya pemerataan produk yang dilakukan perusahaan distribusi ternyata tidaklah simpel seperti yang kita bayangkan. Ambil contoh seorang salesman mendapatkan target dari pimpinannya senilai seratus juta perbulan, misalnya. Bayangan orang awam bisa saja begini, "halah, yang penting di jual barang habis pulang bawa uang". Bukan..... Bukan semudah itu.
....................................................................................................................................... Dalam sistem distribusi ternyata ada rumus yang sangat detail dan rumit (jika belum familiar). Tidak hanya berupa value atau nilai penjualan saja yang diperhitungkan. Ada rumus lain. Seperti; NPL (New Product Launching), yaitu target khusus untuk produk yang baru saja di launching perusahaan tersebut. OA (Outlet Aktif), yaitu target khusus mengenai jumlah toko yang aktif melakukan pembelian minimal sekali dalam seminggu, atau sebulan tergantung frekwensi repeat kunjungannya. EC (Effective Call), yaitu jumlah kunjungan yang menghasilkan transaksi dalam sehari. Karena dari kunjungan 100 (misal) dalam sehari yang melakukan pembelian belum tentu semua. Jumlah yang membeli inilah yang di sebut Effective Call. Ada juga produk yang masuk kategori Fast Moving atau produk yang mudah laku. Slow Moving yang berarti sebaliknya. Ada juga target mengenai jumlah uang masuk termasuk tagihan atau Collection. Terutama bagi Distributor yang memberi kemudahan relasi dengan cara kredit. Terkadang -semisal- sisa kredit Toko Pak Salim masih 12 juta, tapi Pak Salim order barang lagi senilai 10 juta padahal Pak Salim hanya membayar titipan tagihan 4 juta. Ini berarti pencapaian target Collection atau tagihan mleset. Jadi kalau kita mendapatkan target penjualan kacang dengan berbagai bentuk, ukuran, kualitas dan harga, tidak bisa kita terus mengatakan begini, "halah, yang laku kan kacang atom 500an, udah aja jual yang 500an itu sebanyak-banyaknya, yang penting nyampe seratus juta"... Tidak bisa begitu... Begitulah, penetrasi menurut Mark Plus ternyata tidaklah mudah. Tak semudah pengertian menurut dr. Boyke. [tri]


[]gambar diambil dari image.google.com

Suatu ketika saya melihat sebuah tayangan di televisi, dalam sebuah wawancara di studio televisi tersebut nara sumbernya adalah seorang pengangguran dan seorang Dirjen di Depnakertrans. Ketika seorang penganggur tersebut di beri kesempatan bicara, dia mengatakan bahwa pengangguran di Indonesia ini adalah tanggungjawab pemerintah dan dunia usaha. Seolah olah dia menganggur karena menjadi korban sempitnya lapangan kerja akibat rumitnya permasalahan investasi di Indonesia.

Dengan cukup percaya diri dia mengatakan bahwa regulasi, perpajakan, perijinan dan tata kelola ketenagakerjaan di Indonesia cukup complicated sehingga lulusan-lulusan di Indonesia termasuk para sarjana menjadi pengangguran yang hingga saat ini memang menjadi permasalahan pemerintah.

Geram sekali saya mendengar statemen dia saat itu. Ingin rasanya meneriakinya dan memaki-makinya. Seenaknya saja dia mengatakan ini (pengangguran) merupakan mutlak tanggungjawab pemerintah dan dunia usaha. Memang, permasalahan di Indonesia yang terkait ketenagakerjaan cukup rumit sehingga investor dari luar negeri kerap kali hengkang dari Indonesia dan calon investor baru enggan menanamkan modal dan mendirikan bisnisnya di Indonesia. Tapi hal ini juga kerap kali diakibatkan oleh ulah si penganggur itu sendiri.

Banyak lulusan dari universitas atau lulusan sekolah menengah yang gengsi, memilih-milih pekerjaan mencari yang cocok dan sesuai dengan disiplin ilmu yang ia tekuni ketika di meja belajar. Ketika pertama kali ia ditawari sebuah peluang kerja, yang ia tanyakan biasanya gajinya berapa. Jarang sekali yang menanyakan persyaratan dan job deskripsinya. Seharusnya mereka yang menganggur ini mengutamakan bagaimana caranya masuk dunia kerja terlebih dahulu. Untuk urusan gajinya berapa, kemudian jenjang karirnya bagaimana, itu bisa dipikir kemudian. Jika memang jobdis-nya tidaklah terlalu sulit untuk ia kerjakan, terima saja dulu. Yang penting masuk dunia kerja. Memiliki pengalaman kerja, memiliki pengalaman bekerjasama dengan orang lain minimal dalam tim kerja, relasi atau partnernya. Di sini ia akan bisa belajar bagaimana berinteraksi dengan orang dalam lingkup kerja, bagaimana menjadi karyawan, bagaimana seharusnya menghadapi pekerjaa, majikan, pimpinan atau bos-nya.

Selain itu dengan masuk dunia kerja kita bisa memiliki relasi dan kenalan yang lebih banyak. Dari sinilah biasanya kita mengenal banyak orang dan bisa saling tukar informasi, termasuk informasi peluang kerja di tempat lain atau di perusahaan yang sama namun berbeda departemen dengan jobdis yang sekiranya ia sukai. Ini penting, dan prinsip seperti ini kerap kali dilupakan oleh pencari kerja hingga akhirnya banyak pengangguran dimana-mana.

Jadi bagi para penganggur dan pencari kerja, terima saja dulu tawaran kerja apa yang pernah Anda terima. Nikmati saja dulu yang ada, siapa tahu justru Anda menjadi betah dan mencintai pekerjaan Anda hingga Anda memiliki pengalaman yang cukup dan tertantang untuk berwiraswasta dalam bidang tersebut. Meskipun awalnya Anda tidak sesuai dengan jobdisnya karena disiplin ilmu yang Anda tekuni di sekolah tidaklah sesuai.

Lihatlah, banyak sekali sarjana pertanian yang justru menjadi manajer di perusahaan telekomunikasi. Seorang insinyur komputer menjadi pengusaha di bidang kuliner. Ini kebanyakan karena mereka awalnya nerimo dengan apa yang ada dihadapannya hingga ia mahir menguasai bidang pekerjaannya. [tri]
[]gambar diambil dari surabaya.detik.com